0

Aku Siapkan Secangkirnya, Kau Siapkan Sebongkahnya

Pernah kulihat damainya jemari bunda menari-nari di ujung secangkir kopi ayah.
Pahitnya lari terbirit dan berganti manis sampai ubunku.
Hangatnya menyapu basah embun yang melenggang santai lalu hilang.
Tiap fajar dan petang.
Yah, damai itu kusaksikan indah di ujung inderaku.
Kurekam jelas fasihnya bunda memperlakukan ayah seraja itu.
Untuk apa? untuk kamu tuanku.
Nanti.
Sosok bunda mengalir dalam aku, dan kamu jadi tuanku.
Siap kurajaimu seperti ayah dirajai bunda.
Tenang sayang, kopiku tak kalah manisnya dibanding punya bunda.
Kuseduh kopi bersama cinta yang larut bersama air, tersaji rapi sekali.
Cintanya tak benar larut sayang, ia tenggeram bersama tegukkan kopi yang merajalela sampai tubuhmu.
Sampai kau minta itu berulang kuberi.
Sabar, sayang. Itu nanti.
Tapi, aku ingin ada wangian cinta saat kuseduh kopi bersamanya.
Wangian berwarna merah dan cantik sekali walau berduri.
Sungguh kau pasti tahu, tuanku.
Supaya kenyang pula daku oleh cintamu.
Fajar dan petang.
Kusiapkan kau secangkirnya, kau siapkan sebongkah mawarnya.
Deal?

0 komentar:

Posting Komentar

Back to Top