SIIIIPPPP, malem ini aku mau ngepost yang uda lama-lama ya :) 
ini cerita yang aku tulis lagi di ujung SMA kalo ga salah, yuuuukk mongggoooo dinikmatin :) semoga suka ya,
maaf banget telat ngepoost ini hehe, maklum banyak job dari dosen :) okeeeehhsipp selamat membaca :))
Semerbak Hujan Itu
Oleh Izah Nurhidayah
Malam ini, angin membawa diri ini terlelap dalam lamunan. Sebuah lamunan yang sudah lama sekali tidak terukir lagi. Seperti album yang tlah kasar karna debu, seperti sebuh hiasan yang tlah lama rusak dan tidak dilirik lagi. Menyedihkan, inilah kisah gue… Sebuah kisah tak terselesaikan, sebuah cerita yang tiada endingnya, sebuah kisah yang ingin lagi dia mengulangnya… Hati ini sudah terpojokkan oleh sosok yang tiada hentinya mengukir namanya sendiri diingattan gue, mata ini tak sedikit pun goyah melihat ramahnya wajahnya yang masih terpampang dalam bingkai debu yang kusam, dan wajah ini senantiasa tersenyum mengingat semua tentangnya dan kisah indah bersamanya. Hati ini jugalah yang tak mau berhenti mengingat sosok dalam kegelapan yang penuh tanda tanya. Hati ini terlalu bersemangat menari dalam tingginya angan untuk bertemu dengan dirinya lagi. Deffa Ian Pratama, dialah yang menjadi kegelapan dalam jiwa gue, penuh tanda tanya, menjadikan gue selalu dihantui masa lalu dan terus ingin mengulangnya lagi….
Perpisahan tlah datang lebih dulu dari yang gue kira. Gue, Deffa, dan sahabat gue Viand terpisah cukup jauh. Kerinduan yang teramat menggumpal dalam hati ini tak sanggup lagi rasanya gue pendam. Gue selalu merindukan semuanya yang mengingatkan gue dengan masa lalu gue terutama Deffa. Banyak hal yang bisa ngingetin gue ama dia. Semua kejadian diSMA gue seperti sudah direncanakan hingga gue selalu dan selalu mengingat Deffa, bahkan kalopun bukan mengingat tapi gue selalu teringat sosok Deffa dalam hari gue. Bayangnyalah yang terus datang dalam diamnya hari, heningnya malam, dan sepinya hati ini dengan sendirinya. 
Satu hari sebelum perpisahan tiba, gue sempet ngukir kisah terakhir gue dengan Deffa, meskipun itu tak tau kisah apa. Namun gue berharap kisah ini akan terus abadi sampe kita mungkin nggak bisa nginget semua kehidupan kita didunia. Deffa, saat itu terlihat sangat dewasa banget, terlalu dewasa buat umurran anak SMP kek gue. Deffa terlihat sangat ganteng banget pas kita mau jalan ketaman bunga. Senyumnya yang bikin gue terkadang terdiam dan Cuma bisa bales senyum terpesona ke Deffa. Disini gue dan Deffa terjebak suatu suasana yang hening dan kami pun bertatap pandang lama dan mungkin ini adalah tatap pandang kami yang terakhir kalinya. 
“Heii,, kenapa lo mandang gue kek gitu Nir?? Eee lo naksir ya ama gue??”goda Deffa sambil tersenyum manis sekali ke gue. 
“aaahhh apaan si lo Deff? Gue tu mandang lo soalnyaaaaa.. soalnyaaa ada belek tu dimata lo!! HAHAHAHA” ucab gue sangat cepat ngeles.
Deffa salting dan langsung ngalihin mukanya ketempat lain sambil ngusap-ngusap matanya. “ehh gila, nggak ada tauu!!! Jangan ngeles de Nir, gue tau lo naksir gue! Ya kan ? ya kan???” ucab Deffa mengedipkan mata.
Gantian gue yang sedikit salting, gue senyum-senyum sambil manyunkan bibir gue. “mati gila gue naksir elo! HAHAHAHHA”.
Tak lama, ditengah-tengah gue dan Deffa yang saling menatap, hujan turun dengan derasnya. Rintik hujanlah yang ngebangunin gue dari tatapan mata dengan Deffa, Deffa pun begitu. Tangan kami nggak sengaja saling berpegang dan berlari menuju ke sebuah pondok. 
Langkah kami bedua terhenti, kami saling bertatap dan tersenyum. “gue pengen kita tetep disini ngebiarrin hujan menjadi penutup kisah kita! Lo mau Deff?” gue buka omongan sambil tersenyum.
“gue pun maunya seperti itu!” balas Deffa sambil tersenyum manis. 
Kami berlari-lari bareng, menari-nari dalam hujan yang menyapu jalan. Deffa menuntun gue menuju kesebuah sungai masih disekitar taman yang kami kelilingi itu. Mata gue menjurus ke pinggir sungai, dan ternyata ada perahu kecil yang kosong. Gue menatap Deffa penuh arti, Deffa pun begitu. Secepat mungkin Deffa mengajak gue menaiki perahu itu. Dengan rasa bercampur senang dan haru gue teramat menikmati semua ini. Namun hujan pun semakin derasnya mengaliri perpisahan gue dan Deffa. Menemani gue dan Deffa menikmati alunan air sungai yang tadinya diam kini penuh dengan gemerecik besar. Seiring derasnya hujan yang turun, maka secepat itu pula perahu gue dan Deffa penuh dengan air hujan, perahu gue dan Deffa goyang. Tapi anehnya gue masih aja bisa seneng dan senyum ama Deffa. 
Aa a a a a a …… Gue terjatuh dari perahu itu, sedang gue, gue nggak bisa berenang sediktit pun. “heepp… hlpp…….Def...Faaaa!!” gue nyoba buat manggil Deffa yang nggak tau dimana Deffanya.
“Nir… Nirrr!!”jerit Deffa terdengar sampe ke telinga gue. ‘hheeepppp’ “dapet” ucab Deffa saat dia berhasil nangkep badan gue yang sama sekali nggak bisa berbuat apa-apa diair ini. Gue terkulai lemah tak berdaya, jauh tak berdaya dari sebelumnya. Tapi disaat gue terkulai lemah, gue masih bisa tersenyum ama Deffa.
“gue nggak papa Deff!” desis gue pelan dan sangat pelan banget.
“Nir… SORII NIR,, GUE NGGAK PERNAH MINTA PERJALANAN KITA JADI KEK GINI!! NIR SORI!!!!!!” ucab Deffa nyoba buat gue bangun dari pingsan sesaat gue. “NIR PLIIIIIIISSSS GUE MINTA LO BANGUN NIR!!!!!!!” ucab Deffa setengah menjerit.
“sseeessrrrrrrssee ssse ssee rrrrrr bbbrrbbbrrrbbbrr” Gue menggigil kedinginan! Gimana nggak kedinginan coba? dengan suasana masih hujan sangat deras, udah gitu kejebur sungai pula, dan hampir tenggelam juga! Lengkap sudah kenang-kenangan terakhir gue ukir dengan Deffa. 
“Nirr!!!!! Lo dingin ya??”ucab Deffa teramat khawatir melihat gue dengan kondisi seperti ini. “gue bakal bikin lo nggak dingin lagi Nir! Tapi gue minta lo buka mata lo ya Nir!!!” ketus Deffa serius. Deffa memegang telapak tangan gue dan meniupnya dengan kencang selain itu, Deffa sedikit merangkul gue dengan penuh kekhawatiran.
“Deff!! Gue nggak papa!”ucab gue lirih dan membuka mata gue!! “ma maaf udah bikin lo jadi susah kek gini!” ketus gue melayangkan senyum termanis gue. “gue senang udah kenal lebih dekat dengan lo! Gue nggak bakallan lupa ama ini Deff!! Hhhee” gue tersenyum manis sekali, Deffa sampe memuji senyumman gue ini.
 “gue nggak pernah ngerasa repot Nir!” jawab Deffa tersenyum manis pula. “hhe,, seumur gue kenal ama lo, gue baru denger lo seneng kenal ama gue dan seumur gue dekat ama lo, baru ini gue ngerasa senyum lo yang ini emang patut buat dipuji”. Deffa menatap gue tajam. “lo manis banget Nirzhanda….”
 “bahkan gue pun juga mau bilang, kalo disinilah gue bisa bilang kalo lo itu hari ini teramaat beda. Dan elo pun terlihat keren dengan kemeja lo ini, hehhe” ucab gue ngebales pujian dari Deffa itu. 
 Deffa menatap gue sambil mengernyitkan kening. “maksud lo kalo gue make kemeja ini aja? Kalo pake yang lain nggak keren gitu???” tanya Deffa sedikit manyun. 
 “hehehehe…. Nggak! Tapi lo terlihat sangat keren!!” ucab gue semakin memuji Deffa. 
 Gue dan Deffa akhirnya saling bertatap dan tersenyum manis sekali. Disinilah gue ngerasain sesuatu yang beda banget dalam diri Deffa. Hanya satu yang gue sayangin, gue nggak tau apakah Deffa ngerasa sesuatu yang beda didiri gue atau nggak sama sekali? Perpisahanpun akhirnya terjadi… Kita nggak pernah ketemu lagi, kita nggak pernah bertatap pandang lagi, kita nggak pernah bisa saling menyapa dan bercanda lagi. Sampe suatu ketika Deffa mutusin hubungan pertemanan ama gue, dia ganti nomor handphonenya hingga gue sama sekali nggak bisa ngontak dia. Gue hanya bisa mimpi semua tentang dia dimalam-malam sunyi, gue hanya bisa tersennyum pas ngeliat fotonya yang terpasang dibingkai penuh debu, gue hanya bisa meratap semua tentang masa lalu gue. Viand sahabat gue dulupun ngak pernah tau kenapa Deffa jadi nggak pernah ngububngin gue lagi. Termasuk Viand nggak pernah dihubungi lagi oleh Deffa. Inilah akhir dari masa SMP gue, inilah akhir dari keindahan yang gue rasain pas SMP, dan ternyata itu hanyalah keindahan sementara semata. Gue hanyalah kebawa suasana dan Deffa sama sekali nggak nggak peduli lagi dengan gue sekarang. Deffa hanyalah masa lalu gue yang tak terselesaikan, gue nggak pernah tau apakah Deffa cinta atau nggak sama gue, apakah Deffa sayang atau nggak sama gue. Gue nggak pernah tau itu.
***
 ‘kau tak sempat tanyakan aku, cintakah aku padamu?? Tiap kali aku berlutut aku berdoa suatu saat kau bisa cinta pada ku.. Tiap kali aku memanggil didalam hati,, mana sunny, mana sunny kuuuuuuuuu’ lagu Bunga Cintra Lestari memutar disalah satu stasiun televisi kamar gue. Gue termenung lama dan gue merasakan sesuatu. Deffa, gue tersenyum lagi karna lagu itu, karna lirik dari lagu itu gue teringat sosok Deffa. Deffa nggak pernah nanyain ke gue, gue itu cinta atau nggak ama dia. Semuanya usai, suatu jarang dan waktu misahin kita dan nggak tau bakallan bisa ketemu lagi atau nggak sama sekali. Gue berharap dengan takdir, gue ingin bertemu sekali lagi dengan Deffa meskipun itu adalah terakhir kalinya gue bakallan ketemu dengan dia. Hujan pun turun menemani merdunya lagu itu, mata ini menatap semua sisi dalam derasnya hujan. Hati ini berisi penuh harapan, berharap hujan akan bawa gue ketemu dengan Deffa. Sama seperti saat terakhir gue dengan Deffa jalan bareng, ditemani dengan hujan yang begitu manisnya mengaliri perasaan senang gue. 
 “kak!!! Temenin aku main yookk!!”teriak adek gue yang langsung masuk dan menggeret gue keluar dari kamar. 
 “heii,, ntar mama marah. Diluar lagi hujan deres kek gini kok!” sergah gue dengan menatap adek gue yang masih sangat kecil.
 “ahhh,, enggak kak! Janji de Rizal nggak bakallan sakit!” Adik gue masih saja maksa gue, dia berekspresi sangat memohon. 
 Gue yang merasa sangat masih merindukan sosok Deffa menatap adek gue dengan dalam. Dalam diri Rizal gue ngeerasa ada sosok Deffa, dia ingettin gue lagi dengan Deffa. Gue teramat Rindu dengan Deffa. “hm…..”gue menarik nafas. “janji???” tanya gue mengacungkan kelingking gue pertanda setuju!
 “JANJI!!” Adek gue loncat kegirangan. 
 Selangkah, dua langkah, dan tiga langkah gue keluar dari rumah gue. Menuju sebuah kenyataan besar yang semestinya harus gue lupain. Deffa lagi Deffa lagi, yang semestinya diri gue sadari kalo Deffa sekarang udah resmi jadi masa lalu gue. 
 “kak,, hujannya manis banget! Rizal seneng banget kak!!”ucap Rizal dengan senyumnya yang memamerkan lesum pipi. 
 Gue lagi-lagi termenung, Deffa lagi yang ada difikirran gue. Deffa selalu tersenyum pas natep gue bersama hujan. “hhee,, iya dek!! Kita nikmati ya hujan kali ini!” jawab gue dengan senyum termanis pas gue tersenyum ama Deffa dulu. 
 Gue terus melangkah, menyusuri jalan bersama adik kecil gue yang mungkin belum tahan betul dengan hujan yang basahi kami dengan derasnya. Gue terus tersenyum manatap adik gue, gue nyoba buat nggak terlalu terlihat rasa khawatir yang sangat besar. 
 “bbbbeerrr,,,, sssrrrrrrrrrrrrrr kkaaakkaakkk.. dinnnngiiin!!” Rizal menggigil dingin, mulutnya bergetar dan membiru.
 Apa yang gue takutkan terjadi, adik gue menggigil kedinginan. “Kamu gigil dek!”gue memeluk adek gue dengan sangat kencangnya. “kita pulang ya!!”
 “brrrr……. Iya kak, Rizal nggak tahan, tapi hujan masih terlihat tersenyum manis ama Rizal kak, Rizal sayang ninggalin hujan ini kak!!” sergah Rizal yang masih terlihat menggigil.
 “kakak lebih sayang ama kamu dek! Rizal kan janji nggak bakallan sakit!!” gue masih tersenyum melihat adik gue yang menatap gue penuh senyum pula. “ayooo kita pulang!!” ucap gue sambil menggendong adik gue dan memeluknya dengan kencangnya. ‘maafin kakak ya dek! Kakak ini terlalu begok udah ngajak Rizal main hujan. Sori dek!!’ gue membatin dalam hati. 
 Rizal Cuma diem natap gue dengan senyum, tapi gue tau apa yang berisi dalam hati Rizal. Rizal seneng udah gue bawa kesini, gue tau kok dalam hati Rizal berkata demikian. Gue berjalan menyusuri hujan sambil tersenyum. Lagi-lagi bayang Deffa ada di sini, gue inget sosok Deffa yang dulu. Disinilah gue bisa tau gimana khawatirnya Deffa dengan gue. Sama seperti gue saat ini yang sangat khawatir dengan Rizal. Hujan yang turun basahi kenangan yang dulu sempat kusam karna debu, kini terbuka kembali mengalun lembut dengan sendirinya. Semua bermula dari hujan ini lagi, semerbak hujan yang basahi dunia ini, juga basahi album lamaku bersama Deffa. Alunan semerbak hujan yang bawa gue kesuasana indah masa lalu gue. Tersenyum sendiri menatap semua keindahan dulu. Deffa hadir lagi dalam hidup gue, Deffa datang lagi dalam manisnya hujan yang dulu sempat hilang entah kemana.
***
Dear Deffa IP
Hujan ini…
Menatap ku penuh tanya
Beralun dalam sayahdunya cinta
Bawaku kesuasana berbeda
Keindahan dulu, yang sempat hampir terhapus oleh jarak dan waktu
Saat ini hadir lagi didepan mataku, menatapku penuh arti.
Aku pun terlelap, selalu dalam bayangan itu..
Terekam jelas dalam ingatku.
Hujan itulah… Kau hadir lagi,
Rintik itulah bayangmu menyisip lagi
Seperti tak terlepas dalam harumnya hujan
Kau selalu bersamanya
Hujan itulah adalah hujanku pula
 Itu salah satu puisi gue teruntuk Deffa. Gue kirim ini lewat selembar kertas putih dengan tinta hitam yang dengan lincahnya mengukir indah. Gue kembali lagi kesebuah taman dulu yang pernah menjadi sebuah kenangan yang terindah. Gue duduk ngebayangi semua yang mengalun seiring ia akan beralun. Masih tersusun rapi dalam ingattan gue setiap detik yang gue lalui, setiap cela yang gue lewati terekam jelas disini, didalam hati gue. Seketika gue duduk dipinggir sungai yang mengalun lembut dengan rintik gerimis. Disini masih sangat terekam jelas, dengan tersusun rapi tiada yang terlewatkan dari semua yang gue lalui….
 “gue tulis ini buat lo Deff! Masihkah elo disini? Entahlah,, gue nggak pernah tau itu!” ucap gue sendiri sambil tersenyum menatap perahu yang ternyata masih sama seperti yang dulu. 
 Gue mengaca digenangan sungai yang terkadang tersentuh oleh rintik hujan yang mengalun lembut. Disitu terlukis jelas pula wajah Deffa yang tersenyum manis sekali, hanya Deffa dan Deffa yang terlukis disini. Disemua sela yang ada ditaman ini, gue tatapi dan penuh dengan bayangan Deffa dimana-mana. Taman ini seakan sudah didesain dengan wajah Deffa dan Deffa lagi. Namun sebenarnya kemana Deffa, gue nggak pernah tau itu. Berjuta tanya dalam diri gue seakan tercetak penuh pertanyaan dengan Deffa. Ataukah takdir memang nggak bakal membawa gue dan Deffa sekedar saling menyapa dan tersenyum? Kalau memang seperti itu, kenapa tidak dari dahulu saja gue dan Deffa nggak pernah dipertemukan, hingga gue nggak pernah ngerasain tanda tanya yang teramat besar. Yang gue pun nggak pernah tau siapa yang bakallan ngejawab tanda tanya besar ini.
 Dalam diamnya diri gue disini menikmati diamnya taman ini bersama hujan, tiba-tiba gue ngeliat sesosok orang aneh yang nggak tau apa tujuannya datang kesini. Dia berlari-lari pelan menikmati sejuknya rintik hujan yang mengalir lembut. Menari-nari, sama seperti gue dan Deffa dulu. Gue pun semakin memperhatikannya dari kejauhan hingga gue tertarik untuk mendekati lelaki itu. Namun mata gue nggak bisa ngeliat jelas wajah lelaki itu, namun gue seakan mengenal tingkahnya yang begitu dekat dengan gue. Gue merasa mengenal lelaki itu, lelaki itu gue rasa ada dalam kenangan gue. Apakah itu Deffa?? Gue nggak tau itu, akhirnya gue mutussin buat ngikuttin jejak lelaki itu yang terus bergerak nggak berhenti. 
“heiiii!! Elo!!!” gue setengah menjerit mengarah ke lelaki itu. Lelaki itu seperti sama sekali tidak mendengar gue, gue terus berlari mengikuti dia. 
“hei!!! Gue pengen kenal lebih dekat dengan elo!!!” jerit gue. Namun sayangnya lelaki itu masih tetap menari-nari dan berlari dengan cepatnya. 
“HEIII!!! TUNGGU GUE!!”gue menjerit sangat kencang. Sampe diperempattan jalan, gue melihat lelaki itu masih tetap menari-nari dan berlari tanpa hentinya. 
“hhheeeeiiiiiii tungggguuuuuuu!!! AWASSSSSSSS!!MOBIIIILLLLLLLLLLL!” jerit gue sangat melengking, tapi sayangnya lengkingan suara gue nggak bisa bikin lelaki itu berhenti hingga akhirnya gue terhenti dan menutup wajah gue nggak mampu ngeliat peristiwa yang sangat mengejutkan ini. “astaghfirullah halaziiimmm”
Lelaki itu seketika hilang, nggak berbekas. Padahal dengan tampang yang sadar gue ngeliat  betul mobil yang melaju kencang itu sangat dekat dengan lelaki itu. Tapi apa? Lelaki yang menari-nari itu hilang nggak berbekas, begitupun dengan mobil yang melaju kencang itupun nggak berhenti tapi tetap saja melaju sangat kencang. Pertanda apa ini?? Ada apa ini?? Mata gue melebar, menerawang semua yang gue lihat tadi, apakah itu hanyalah sebuah bayangan semata, gue mengucek-ngucek mata gue tapi memang benar lelaki itu nggak ada. Pikir ini lepas dari Deffa, pikiran gue yang tadinya penuh dengan Deffa kini hilang seketika, gue kepikir dengan adik gue dirumah. Kepala gue terasa sangat berat dan melayang-layang. Gue nggak pernah tau pertanda apa ini? 
‘kau tak sempat tanyakan aku cintakah aku padamu….’ Handphone gue bunyi tanda ada yang memanggil gue. 
“halo Nir, Nir…” ternyata Viand menelpon gue dengan suara yang rada serak.
“iya.. Lo kenapa Via??” tanya gue ikut ngos-ngossan.
“Lo cepettan sekarang kerumah sakit Harapan Indah. Gue nunggu lo disini, kalo lo nggak dateng, gue bakallan kecewa ama lo!” ucap Viand cepat dan berantakan.
“heiii,,, ada apa ini?? Lo kenapa??” gue yang khawatir dengan Viand yang berada dirumah sakit. “gue pasti kesana, tapi ada apa dengan lo??” tanya gue sangat khawatir.
“lo nggak usah banyak tanya sekarang, gue butuh lo disini Nir!!” tegas Viand cepat dan langsung memutuskan sambungan telpon gue. 
Gue bergerak cepat, melangkah menuju paskiran motor gue yang ikut menikmati hujan rintik yang begitu indah dengan suasananya. Tanpa pikir panjang lagi, karena rasa khawatir ini bertumpuk dalam hati gue, gue melaju dengan kecepatan yang sangat kencang. Seketika itu pula pikirran gue melayang-layang. Sesuatu yang tadinya akan terjadi hal buruk pada adik gue, ternyata bukan. Lalu siapa??? Ada apa ini?? Gue bertanya-tanya terus dalam hati. Viand kenapa dia?? Sakit apa dia disana? Gue masih bertanya-tanya dalam hati. Pikirran gue yang sebelumnya tadi pula penuh dengan wajah Deffa kini hilang, Deffa nggak terlukis lagi dipikiran gue. Yang ada hanyalah tanda tanya baru yang besar.
“BRRRRAAAAAAKKKKKKKKKKK!!!!!” gue terpontang panting nggak tau arah. Gue terjatuh dan terbentur apapun itu gue nggak tau. Motor gue diserempet oleh sebuah mobil kijang krista yang sedang melaju kencang pula. Satu hal yang bisa gue inget, gue ngelihat sosok lelaki itu lagi pas gue sedang melaju, dia melambaikan tangan tanda selamat tinggal. Namun sebelum gue kecelakaan tadi, lelaki itu ada lagi. Tapi gue hanya bisa mendengar suaranya saja. Lelaki itu berkata ‘Nirzhanda… Awasss!!!’ lalu gue nggak sadarkan diri sama sekali, gue tergeletak tak berdaya.
***
Dalam diamnya diri gue dan dalam kesadaran yang sangat minim, gue terbayang wajah Deffa lagi, Deffa hadir lagi disini, dan sepertinya ini bukalah bayang Deffa tapi Deffa nemenin gue disini, Deffa mendampingi gue yang tergeletak lemah disini. Gue sangat bisa merasakan kalo ini adalah Deffa. Disini Deffa bilang sayang ke gue, Deffa bilang kalo dia sangat sayang dengan gue, Deffa minta maaf ama gue. Gue merasa sangat senang saat itu, gue merasa sangat bahagia. Deffa menggenggam tangan gue dengan kencangnya, dan gue pun terbuai dalam kehangatan.
Tak lama gue rasain sesuatu yang sangat beda didiri gue, gue tersadar tak tau dimana. Disuatu tempat yang sangat gelap, ataukah ini adalah akhirat? Gue nggak tau itu. Lalu gue merasa badan gue sangat berat dan sangat sakit sekali. Kepala gue masih sangat terasa pusing. Otak gue berusaha keras mengingat semua yang barusan saja terjadi, dan ternyata gue ingat… Gue kecelakaan, lalu dimana ini?? Gue hanya bisa merasakan hawa yang beda dari biasanya, dimanakah ini tuhan???
“kak Nirzhanda….” Lirih suara adik gue terdengar, ternyata gue masih bisa mendengar ada seseorang disini.
“Dek Rizal!!!” gue mencoba meraba-raba semua yang disekitar gue, ternyata kosong. “Dimana ini?? GELAAAAPPP!!” jerit gue.
“ckckckckckckck….” Mama gue terdengar menangis. 
“ada mama? Mama dimana ini ma??? Kenapa gelap ma???” tanya gue masih meraba-raba semua disekitar gue. “apa disini ada papa juga ma? Dimana ini sebenarnya ma???”
“Nir, sabar ya!! Gue juga minta maaf”. suara Viand sangat sayup terdengar.
“Viand… Ini dimana Vi???” gelap banget disini!! Tolong gue keluar dari ruangan ini!!” pinta gue dengan sangat ama Viand.
“nak…!!” disini hanya suara papa yang terlihat tegas. “ini dirumah sakit!”
Gue diem sebentar. “pa… Ma…. Maaffin Zhanda! Maaf pa, ma!!!!” seduh gue menangis. “plis jangan kurung Zhanda diruang gelap seperti ini!!” pinta gue dengan sangat.
“mata kamu bermasalah nak!! Mata kamu sedang dalam pengobatan serius!!” papa lanjut bicara, dan  kali ini suara papa terlihat nggak begitu tegas. 
Gue diam, tangan gue meraba-raba wajah gue. Ternyata benar, mata gue diperban. Gue menangis sejadinya gue harus menangisi tubuh gue yang terguling lemah. Ini nggak mungkin terjadi, gue dateng kesini buat nemuin Viand bukan buat nganter nyawa gue!!
“MAMA!!! PAPAAA…….!!!!!! Ini nggak mungkin ma, pa!! enggakkkkkk!!!” tangan gue memukul-mukul kepala gue yang masih sangat terasa pusing sekali. 
“tenang nak!! Ini nggak lama, kamu udah berhasil mendapat donor mata dari orang lain. Pas kamu masuk kerumah sakit ini,  saat itu juga ada orang yang nyawanya nggak bisa diselamatkan. Kamu sabar nak!!!” ucap mama gue masih tersedu menangis melihat gue. 
“Zhanda nggak mau donor mata, Zhanda maunya mata Zhanda ma, pa!!!!” jerit gue menangisi diri gue sendiri. Ini karena gue nggak bisa ngelihat wajah Deffa lagi dimata gue, mata itu tersimpan banyak kenangan dengan Deffa. Mata itulah pula yang selalu bertatap lama dengan Deffa. Kalo mata gue rusak dan diganti, maka gue mungkin nggak bakal bisa ngelihat Deffa lagi diujung mata gue.
“nak!!! Ini semua demi kebaikan kamu!!” papa gue menenangkan gue.
Gue diem, semua orang disekeliling gue pun ikuet diem. Tapi nggak bisa dipungkiri, gue menangis dengan tersedu. Gue mengingat semuanya, gue kepikir Deffa. Namun tak lama pikir gue berhenti dan benar-benar berhenti disuatu titik, yaitu Deffa, suara Deffa terekam dan memutar dalam ingattan gue.
“Viand!!! Gue tadi gue ngerasa ada Deffa disini!!” ucap gue meraba-raba mencoba meraih tangan Viand. “Deffa dimana??” 
Viand diem sebentar. “De.. De Deffa nggak ada kok Nir! Mungkin hanya halusinasi lo aja!” jawab Viand memegang tangan gue, mungkin dia mencoba ngeyakini gue. 
Gue diem, dan sangat diem. Gue yakin itu bukan halusinasi gue, gue ngerasa betul kok itu suara Deffa, gue rasa betul kok ada Deffa duduk megang tangan gue. Dengan ketegarran gue, gue menahan sedih ini, gue sangat berharap suatu saat nanti gue bakallan ketemu lagi dengan Deffa, dan gue maunya ini bukan sekedar harapan tapi ini adalah kenyataan. Gue pengennya ada Deffa lagi disini. Nemenin gue yang tebujur sangat lemah disini. Beberapa jam kemudian, hujan turun dengan derasnya. Disaat ini pulalah gue keinget lagi dengan Deffa, Deffa terasa sangat dekat dengan gue saat hujan turun. Namun sedihpun membanjiri perasaan gue, gue nggak bisa ngeliat hujan, gue nggak bisa ngerasain lagi sejuknya hujan hari ini. harumnya semerbak hujan yang membanjiri kenangan gue bersama Deffa. Oohh begitu berartinya Deffa dalam diri gue.
“Deffa…” panggil gue dengan lirih. “lo ada disini kan??” tanya gue yang sangat yakin kalo Deffa emang ada disini. Angin kencang mengiringi perasaan yakin kalo Deffa emang bener ada disini.
“Nir… Deffa nggak ada disini! Gue kan udah bilang Deffa nggak ada!!” ucap Viand menggenggam tangan gue kencang. 
“lo pikir mentang-mentang gue nggak belum bisa ngeliat, gue nggak tau kalo ada Deffa disini??” gue bicara dengan nada sedikit kesal. “gue bisa ngerasain ada Deffa disini Vi!!”
Viand diam, mungkin menatap mama dan papa gue. “ya udah Nir, kalo emang lo ngerasa ada Deffa disini!” Viand berucap tenang, biasannya disaat inilah Viand suka tersenyum manis ke gue, tapi sekarang gue nggak bisa ngeliat Vian tersenyum.
***
Hari-hari gue lalui tanpa bisa melihat, gue melalui hari satu minggu ini begitu berat. Terkadang bayang Deffa tetap terus beralun-alun pelan dalam pikirran gue. Indra perasa gue nggak mati akan hadirnya Deffa. Deffa gue rasain masih menemani gue, meski gue nggak bisa ngajak dia ngobrol, ataupun menatapnya. Gue hanya bisa tersenyum, dan berharap Deffa melihat senyum yang gue pamerkan ke dia, sebagai tanda gue teramat rindu dengan Deffa. Hari ini perban mata gue dibuka. Gue sangat berharap operasi gue ini berhasil dan gue masih bisa melihat sosok Deffa diujung mata baru ini. Disini ada mama, papa, dek Rizal, Viand dan gue tau ada Deffa juga.
“bismilah…” ucap gue dalam hati. Perban mata gue pun dibuka oleh suster yang teramat baik udah ngerawat gue dengan rutin selama beberapa hari ini.
“mama… Papa……” panggil gue lirih. Perlahan mata gue, gue coba buka. Gue pengen orang pertama yang gue lihat adalah kedua orang tua gue, adik gue dan Deffa… Sesuatu yang beda gue rasain, mata ini terlihat sangat dekat dengan gue. Perlahan gue membuka mata gue lagi dan…..”mama...Papa……” panggill gue tersenyum dan wajah papa dan mama gue terlihat bura. Gue ngelihat kearah kiri gue, ada Viand yang tersenyum dan juga dengan Adik gue yang digendong oleh Viand juga tersenyum manis sekali. Lalu dimana Deffa???
 “Viand!! Dimana Deffa???” gue menggenggam tangan Viand penuh harap.
“Def-Deffa, dia tadi bilang kalo dia nggak bisa dateng, katanya dia lagi istirahat!!” Viand tersenyum dan meyakinkan gue. 
Gue pun tersenyum dan menatap Viand lebih dalam lagi. “janji ya ajak gue ke rumah Deffa!!”  ucap gue penuh harap.
***
Gue didorong dengan pelannya oleh Viand, mama dan papa gue. Anehnya gue nggak tau ini kemana, tak lama gue sampai di suatu tempat yaitu rumah masa depan. Gue diam dan menatap Viand penuh tanya. Viand sepertinya sudah mengerti arti dari tatapan mata gue ini. 
“ini Deffa Nir!!” suara Viand mengalun lirih. “Deffa kena kanker otak, itu sebabnya dia ngilang dari hidup lo dan termasuk juga Deffa ngilang dari diri gue Nir!!”
Gue lemas, mata gue menerawang semua kejadian sebelum gue akhirnya kecelakaan. Semuanya terekam jelas saat-saat terakhir gue ngeliat bayang lelaki yang menari-nari ditengah hujan itu, ternyata itu suatu pertanda, Deffa ada didekat gue. Gue hanya bisa diam dan menatapi tanah yang sudah rapat. Rasanya ini seperti mimpi…
“DEEEFFFFFFAAAAAAAAA!!!” jerit gue kencang sekali. “lo jahat banget Def!! jahat banget!!!!! Lo ninggalin gue, gue nggak bisa Deff!!!!!!!” jerit gue makin kencang, dan saat itu gue tertegun menatap langit yang mengeluarkan setetes demi tetes air. Disini gue semakin merasa Deffa berada dekat banget dengan gue.
“sudahlah Nir!! Lo masih punya Deffa dihati lo!! Jauh lo lebih dekat dengan Deffa, karna mata lo ini adalah mata, mataaa De Deffa…..”ucap Viand merangkul gue. “sebaiknya lo baca ini!!” Viand mengacungkan sebuah surat.
Teruntuk Nirzhanda gue…. 
Sori…. Sori yang sebesar-besarnya… gue nggak pernah bilang ini ke elo, gue kepaksa Nir. Mungkin kalo gue bilang lo bakallan sedih denger gue sakit, mungkin gue terlau pede ngomong kek gitu, heheheh!! Sebenernya gue tu Cuma pengen keliatan kuat aja depan lo! kalo gue bilang gue sakit, gue pasti bakallan kelihatan lemah depan lo kan? Hhhhheheheh
Nir,, mungkin lo selalu bertanya-tanya sampai kapan kisah kita ini! kisah tak berujung, sama kek lagunya bcl yang sunny itu. Tapi ingetlah kalo kisah kita ini nggak bakallan bisa terhapus same kapanpun.. 
Nir… Gue selau ngeliat lo kok, ditaman itu. Cuma lo nya aja yang nggak penah ngeliat gue. Ya kan?? Gue sering ngeliat lo, bahkan puisi lo waktu itu buat gue kan?? Hahahaa,, ketawan ya lo kangen banget ama gue kan? Hahahahh.. owya, gue juga lihat lo kok pas lo gendong adik lo ditengah hujan. Hheeee jadi inget waktu kita dulu ya!!
Ehh uda yahh!! Gue capek nulis ni… surat ini teruntuk elo ya!!! Simpen,, surat ini bai-baik dan jaga mata lo ya!! Gue selalu inget elo kok! Jangan lupain aja gue.
Nirzhanda,, llihat gue disetiap hujan ya!! Disitu bakallan ada gue. Gue bakallan tersenyum ngelihat elo disemerbak hujan sejuk …..
Deffa Ian Pratama
Gue terduduk dalam diam yang begitu menyakitkan, mata ini tertuju pada satu titik yang begitu tajam dan begitu berarti. Tatapan yang begitu berarti, bukanlah tatapan kosong tapi menatap sosok yang begitu dekat dengan gue saat ini. Tetes demi tetes air mata basahi pipi gue, gue nggak pernah bisa nganggep ini nyata, ini seperti mimpi tapi mimpi yang menyakitkan. Orang yang gue sayang-sayang dan dia mungkin nggak pernah bisa tau gimana artinya dia dalam diri gue, dia terlanjur pergi dan pergi untuk selamanya. Gue teramat sayang dengan dia, gue nggak pernah nyatain sedikit rasa sayang gue, itu yang nyesek dalam diri gue. Deffa terlanjur pergi dan benar-benar pergi dalam diri gue. Deffa Ian Pratama, terkubur dalam tanah yang sangat jauh dari gue, dia hidup dalam alam yang sangat berbeda dengan gue. Mungkin hanya mata inilah yang bisa tersisa dan hidup dalam diri gue. Entah sampai kapan mata ini bisa terus memandang jauh kebelakang dan menatap indahnya masa depan gue. 
Andai aja gue bisa mulai lagi hidup yang dulu, gue janji gue bakallan ngukir ulang semua yang pernah gue alami dan nggak bakallan gue lepassin Deffa. Gue bakal ngerawat dia, gue bakal ngejaga dia diamana pun itu dan sesulit apapun gue harus ngejaga Deffa. Semua yang dulu pernah gue alami nggak bakal mudah gue lupain, hidup Deffa adalah hidup gue, hidup Deffa sudah terlanjur banyak ikut campur dalam hidup gue dan tertanam jelas sangat sulit gue ngelupainnya. Hujan ini adalah hujan gue dan Deffa. Hujan ini adalah perpisahan antara gue dan Deffa. Ini tanda perpisahan, perpisahan yang dulunya adalah benar perpisahan yang sementara namun kini, hujan ini adalah tanda perpisahan untuk selamanya. Sungguh gue sangat meresapi kesedihan yang begitu mendalam dalam hati gue. gue harep Deffa akan selalu ada dalam hari gue, nggak Cuma pas dia hidup aja tapi pas Deffa udah nggak ada gue mengharapkan dia selalu ada buat gue. Walaupun gue nggak pernah benar-benar merasa gue melihat Deffa, tapi gue yakin bayangan Deffa hidup dalam hati gue.
Ini akhir cerita gue.. Berujung dengan kesedihan disetiap semerbak hujan yang basahi dunia gue. Gue hidup dengan sendiri.. Bersama bayang Deffa yang terekam jelas dimata gue. dengan semerbak hujan terindah yang nggak bakallan gue lupain sampai kapanpun.. Semerbak hujan itu hadir dalam hari gue, selamanyaaaa…………….
Diposting oleh






0 komentar:
Posting Komentar