Kadang, banyak hal yang bisa membuat kalian tersenyum dan tertawa. Rasanya itu terlihat bahagia sekali disorot pandangku yang diam-diam meneliti kalian jeli. Kalian pun tak pernah sadar ketika retina ini tengah mencoba mengeja pelan lewat mata yang tengah menyembunyikan pedih yang kerap kali kalian rasakan. Rasanya sakit sekali, tau bahwa pedih itu dnegan sengaja kalian campur lebur dengan gembira. Kalian membuat sedemikian rupa tak ada beban, maka tertawa lepaslah ditengah beban berat yang selalu kalian tanggung...
Hadirnya aku, entah itu anugerah atau beban semata. Aku tidak tau, pribahasa darimana yang mengatakan bahwa aku adalah anugerah dari Tuhan untuk kalian. Aku bahkan belum terbayang raut wajah penyambuttan yang serempak kalian tunjukkan kala aku menangis namun kalian malah tersenyum. Dari penjelasan kalimat itupun aku belum benar-benar merasakan tegang haru bahagianya kallian kala itu. Kala bunda siap menerima resiko pahit yang bisa saja merenggut nyawanya atau nyawaku. Kala tangisku meramaikan suasana rumah. kala harumku memberi rasa nyaman. Kala jemari-jemariku hanya muat menggenggam satu jemari kalian, betapa mungilnya aku. Ketika ditengah orang lain tertidur, kalian malah siap mengurusi tubuh mungilku yang menggeliat ingin digendong. Kalian malah memperdulikan aku dibanding istirahat...
Ketika tangis dan sakitku menjadi waspada bagi kalian. Ketika aku jatuh dari belajar berjalan, lalu aku menangis dan kalian langsung menggendongku sambil mengucap kata, "oooo sayang, nak. Sayang". Ketika aku sakit, kalian siap tidak tidur demi menjagaku. Siap siaga kala aku terjaga merengek minta digendong. Kalian begitu takut aku terkena demam tinggi. Kalian takut sekali aku dinakali orang-orang. Seluruh kasih dan sayang kalian luapkan untukku. Kalian belikan ini itu untuk memuaskan rengekkan tak penting dariku, kalian belikan aku makannan dan buah untuk menjaga tumbuh kembangku. Kalian begitu takut aku kenapa-kenapa...
Sekarang, aku sudah besar. Sudah menjadi putri atau putra ayah dan bunda yang dewasa. Sudah banyak mendengar cerita tentang ayah dan bunda juga melihat rasanya menjadi ayah dan bunda lewat tante dan om. Tak banyak yang bisa aku pelajari, aku paham rasanya, namun sepertinya rasa itu tak benar-benar sempurna jika bukan aku yang merasakannya sendiri. Aku sudah mulai belajar membantu pekerjaan rumah, membantu mengasuh adik sepupu dan lain sebagainya.. Aku mulai mengerti besarnya peran ayah juga bunda dalam hidupku.
Aku sudah besar, permiintaanku mulai macam-macam. Tadinya hanya diminta beli berbie atau boneka, sekarang beralih meminta tas, sepatu, baju, make up, gadget dan lain sebagainya. Belum lagi jajan-jajan makanan yang cenderung lebih besar dibanding jajan-jajan aaak kecil. Belum lagi untuk biaya refreshing, nonton, jalan dan banyak lagi. Biaya pendidikan yang semakin melunjak, juga biaya buku tebal untuk kuliah. Aku sadar besarnya pengeluaranku dibanding kecilku...
Ayah, bunda, dalam diamku, dalam ketidaksadaranku, rasanya ingin sekali menjadi putri mungi kalian lagi. Tak banyak menanggung beban tugas kuliah, belum llagi dilemma-dilemma yang disebabkan teman kampus atau pemikiran-pemikiran yang dengan sendirinya siap mematungkanku dalam lamun. Lain dari itu, karna aku tak ingin membuat kalian semakin berat menanggung hidupku, menanggung biaya pendidikanku. Aku ingin menjadi putri mungil kalian, yang bisa diam dengan rengekan ketika disuguhi coklat atau permen. Simpel. Aku ingin seperti itu lagi. Merasakan kasih dan sayang kalian yang ditunjukkan dengan nyatanya....
Aku sudah besar. Kuliahku jauh dan harus bisa mengatur segala keperluanku sendiri tanpa kalian ditanah lahir. Aku hidup ditengah kehidupan yang keras, dan barulah aku merasakan benar adanya keras hidup. Aku harus bisa mengatur hidupku sendiri, diminta untuk belajar mandiri dan segala hal. Aku harus bisa mengontrol emosi dan lain sebagainya. Aku harus bisa menjaga diri sendiri dari hal-hal buruk yang selalu ayah dan bunda jaga. Menyuruhku tetap sholat dan mendoakan kalian dari kejauhan. 
Sekarang aku sudah jauh darimu, yah, bun. Aku kuliah jauh, dan kasih sayang yang aku dapatkan semakin berkurang. Aku mulai terbiasa tidak mendapatkan perhatian luar biasa seperti dimasa sekolah. Aku hanya bisa melepas rindu lewat handphone semata. Mendapati pesan-pesan dari kalian berisikan nasihat untuk menjaga diriku dan tidak melupakan sholat 5 waktu. Kadang, tanpa kalian tau, ada butir bening yang siap tumpah dari retinaku ketika membaca dan mendegar suara kalian, namun kucegah agar tak malu yang kudapat ditengah teman-temanku. Aku hanya berusaha untuk tidak menjadi seperti anak kecil yang cengeng. Aku ingin kuat, tangguh, namun aku masih rapuh tanpa kalian, yah, bun...
Ayah, bunda...
Aku sering malu ketika harus menangis karena rindu pada kalian dari kejauhan ini.
Aku sering sekali mendoakan kalian dari kejauhan ini, aku sering sekali mendoakan kalian agar tetap sehat dan bisa mendampingiku ketika tiba saatnya aku diminta dengan hormat oleh seorang lelaki.
Aku sering meminta pada Tuhan untuk menjadikan aku anak yang soleha dan bisa memberi bahagia pada kalian.
Aku sering ingat kalian ketika sedang dikampus, ketika tiba saat dimana dilemma dan resah menghujamku. Aku ingat kalian selalu memberi aku semangat dan support. Aku ingat kalian tidak pernah membuat aku jatuh, tidak pernah membuat aku tersisihkan. Ketika aku sedang ada masalah di kampus dan rasanya aku ingin pulang, yah, bun.
Kalian selalu mengatakan yang baik-baik tentangku. Walaupun nyatanya aku selalu tau kalian tidak benar-benar jujur, namun demi aku kalian rela berbohong demi seutas senyum yang bisa aku layangkan.
Aku sering bercerita tentang ayah dan bunda pada teman-temanku. Aku selalu menceritakan yang baik-baik tentang kalian. Aku selalu mengatakan bahwa aku bangga dan bahagia memiliki orang tua seperti kalian. Aku selalu mengatakan aku sayang dengan kalian di depan teman-temanku. Bahkan tanpa malu aku, disetiap ujung semesteran aku selalu bilang rindu pada ayah dan bunda di depan temanku dan hendak pulang menemui kalian.
Aku sering ingat kalian ketika bertemu bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang bekerja keras dijalan.
Aku sering ingat betapa aku selalu dimanja, dibela, diberi ini dan itu.
Aku sering ingat, bahwa aku belum bisa memberikan kebahagiaan dan kebanggaan untuk kalian.
Aku sering marah pada diriku sendiri ketika aku merindukan kalian. Aku sering tidak paham dengan kehendak diriku sendiri kala sedang rindu pada kalian.
Aku sholat 5 waktu, sampai sholat sunnah dan juga puasa senin kamis untuk menenangkan hati dan fikiranku serta mendoakan kalian dari kejauhan.
Ayah dan Bunda selalu aku sebut dalam setiap akhir sujud di sajadahku.
Kalian tau? Itu yang selalu aku lakukan dan aku rasakan....
Aku sedih ketika harus memendam perasaan cinta ini tanpa bisa mengungkapkannya langsung di depan kalian yah, bun.  
Ayah, bunda, tak ada yang bisa aku katakan dan ungkapkan sebagai tanpa sayang dan cinta yang biasa aku utarakan pada teman dan orang lain.
Ayah dan bunda tetaplah menjadi satu-satunya yang aku cinta dan sayang di dunia ini.
Memang, tak banyak yang bisa aku ucapkan.
Bunda, tak ada yang lebih baik darimu. Kasih, cinta, pelukan, rasa nyaman yang aku dapat darimu tak pernah aku temukan dari orang lain dimanapun. Aku memang bertemu teman-teman banyak, banyak menghabiskan waktu dengan teman, bercerita sana sini, tapi tak ada nasihat yang paling  bijak yang aku dapat selain itu darimu. Dari semua teman-temanku yang aku sayangi, pasti ada yang selalu diam-diam menikamku dan menyayangku tak setulusmu, bun.
Bukan karna syurga ada ditelapak kakimu, bun. Bukan karna itu aku menyayangimu. Karna benar pernyataan yang mengatakan jatuh cinta itu tak perlu alasan. 
Ketahuilah, tak ada yang membuat aku jatuh cinta dan merasa benar-benar kehilangan kecuali bunda.  
Aku terlalu menyayangmu, bun. Tanpa bunda, entah jadi apalah aku ini?
  
Ayah, memang aku tak pernah bisa membaca sikap sedih di mata ayah. Tapi aku tau, ayah selalu sedih kala aku tidak menuruti perintah ayah. Sering tidak sesuai dengan keinginan ayah. Aku tau, aku tak cukup baik sebagai putri ayah yang selalu ayah banggakan dan jaga mati-matian.
Aku tau, ada kekuatan maha dahsyat dari Tuhan untuk ayah agar selalu menjagaku dan melindungiku sampai kelak aku menjadi perempuan baik-baik. Aku selalu ingat, kalimat yang ayah ucapkan, "ayah mendidikmu menjadi perempuan baik agar kelak kamu dipertemukan dengan lelaki baik-baik, nak".
Aku memang kelak akan meninggalkan ayah dan mencintai lelaki baru yang akan menjadi imamku. Tapi ayah perlu tau, cuma ayah lelaki yang berhasil membuat aku jatuh cinta dengan sempurna, cuma ayah yang menjadi lelaki idamanku, pahlawanku.
Ayah, aku selalu meminta pada Tuhan untuk memberikan aku lelaki baik sepertimu. Mengapa? Karna ketika saatnya ayah pergi menemui Tuhan, aku ingin ayah tetap ada walau kulihat dirupa yang berbeda. Aku ingin menemukan lelaki seperti ayah agar bisa mencintaiku dengan sempurna seperti ayah.
Teruntuk dua jiwa tercintaku, ayah dan bunda....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diposting oleh






0 komentar:
Posting Komentar